Elegi_Merapi.com
 
Malaikat Berambut Emas
Oleh        : Warsiyah_Anwar.
Posting:26th.Desember.2010.
Kepada...
Yang menitipkan tawa...
Yang menelan kembali mimpinya...
Yang menapaki bumi muram tanpa rona...
Yang sang surya tak mencipta bayang siluetnya

Aku bertanya...
jiwaku yang papa...tanganku yang hina...
meski tujuh kali kubasuh air dan debu
Sekufukah dengan rambut emasmu?
(Wara-ori, 12 Desember 2010)
Tokoh-tokoh Indonesia yang Dikenal di Luar Negeri Namun Asing di Negerinya

Bisa jadi 3 nama dari tokoh Indonesia ini belum begitu akrab dengan Anda.  Namun mereka begitu dikenal di luar negeri. Di tangan mereka bahasa Indonesia menjadi populer dan modern. Dan sekarang hampir separuh negara di dunia mewajibkan studi Bahasa Indonesia untuk kemajuan pendidikan di negaranya. Sebanyak 48 negara menjadikan Bahasa Indonesia sebagai mata pelajaran wajib.


Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak

Kenang, kenanglah kami  (Chairil Anwar)

Chairil Anwar

Chairil Anwar dilahirkan di
Medan, Chairil Anwar merupakan anak tunggal. Ibunya bernama Solehah, Lahir di Situjuh, Payakumbuh dan ayahnya bernama Toeloes, mantan bupati Kabupaten Indragiri Riau, berasal dari Taeh Baruah, Payakumbuh, Limapuluh Kota, Sumatra Barat. Sedangkan ibunya Saleha, berasal dari Situjuh, Limapuluh Kota. [1] Dia masih punya pertalian keluarga dengan Sutan Sjahrir, Perdana Menteri pertama Indonesia.

 (Puisi Chairil di Antara Penyair Dunia di Dinding Khusus Museum di Leiden)Dalam kepenyairannya ia telah membawa bahasa indonesia yang modern.  Dan di Leiden, Belanda sana, ada dinding khusus yang bertuliskan puisi-puisi dari penyair legendaris dari mancanegara, dalam bahasa aslinya. Salah satunya dari Indonesia, Chairil Anwar.

Picture
Picture
Sutardji Calzoum Bachri

Sutardji Calzoum Bachri lahir di Rengat, Indragiri Hulu, 24 Juni 1941; Ia dikenal di dunia dengan puisi mantranya. Di tangan Sutardji Calzoum Bachri, bahasa Indonesia tampak sangat modern, pascamodern, sekaligus purba. Kiprahnya adalah usaha yang tiada henti dalam merebut kembali hidup kata yang telanjur dibeku-bakukan dalam kamus dan konvensi.Ia menerima berbagai penghargaan dari luar dan dalam negeri. Coba Anda nikmati video berikut ini:
Picture
Goenawan Moehammad

Goenawan Soesatyo Mohamad lahir di Karangasem, Batang, Jawa Tengah, 29 Juli 1941; seorang sastrawan Indonesia terkemuka. Ia juga salah seorang pelopor  Majalah Horison dan lalu mendirikan Majalah Tempo dan Koran Tempo.  Sebagai penyair, Goenawan memiliki jaringan nasional dan internasional dalam mempopulerkan seni dan sastra indonesia. Menerima berbagai penghargaan dari luar dan dalam negeri.

PUISI BUAT IBU

Ibu...
Redup siluetmu
Dalam malam gerimis menggelayut...
Engkau menjauh...

Tabir riang kanakku tercabik
dan secabik...
yang kugenggam adalah peta buta...
menuju sebuah negeri tanpa nama...

Namun...Ibulah kemala
Seroja nirwana bubungan jiwaku....
Menukar pandang dengan gemintang...
Lentera biduk dalam malam kelam penuh

(wara-ori, 22 Desember 2010)




EYD YANG DISEMPURNAKAN
PEDOMAN UMUM EJAAN BAHASA INDONESIA YANG DISEMPURNAKAN
Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia

Pusat Bahasa

Departemen Pendidikan Nasional

2000

KATA PENGANTAR CETAKAN KETIGA

Buku Pedoman Umum Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (Khusus Bahan Penyuluhan) cetakan I dan II telah habis dibagikan kepada para peserta kegiatan Pemasyarakatan Bahasa Indonesia di berbagai instansi di Indonesia. Oleh karena itu, buku ini dicetak ulang dengan penerbitan kesalahan cetak yang terdapat pada cetakan sebelumnya.

Mudah-mudahan buku ini bermanfaat bagi pembinaan dan pengembangan bahasa dan sastra Indonesia serta bagi masyarakat luas.

Jakarta, 1 Agustus 2000

Hasan Alwi


Kepala Pusat Bahasa


KEPUTUSAN
MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA
No. 054a/U/1987


Tentang
Penyempurnaan “Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan”

MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

Membaca :Surat Kepala Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 6 Desembar 1986 No.

5965/F8/U1.7/86.


Menimbang : a. bahwa dengan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tanggal

27 Agustus 1975 No. 0196/U/1975 telah ditetapkan peresmian berlakunya “Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan” dan “Pedoman Umum Pembentukan Istilah”;

b.bahwa sesungguhnya bahasa itu senantiasa berubah dan berkembang sesuai dengan kehiduoan masyarakat;

c. bahwa sesungguhnya dengan hal tersebut pada sub a dan b, dipndang perlu menetapkan penyempurnaan “Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan’.

Mengingat : 1. Keputusan Presiden Republik Indonesia:

a. Nomor 44 Tahun 1974;

b. Nomor 52 Tahun 1975;

c. Nomor 45/M Tahun 1983;

d. Nomor 15 Tahun 1984 sebagaimana telah diubah/ditambah terakhir dengan keputusan Presiden Republik Indonesia No. 4
Tahun 1987;

e. Nomor 138/M Tahun 1985;

2. Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 27 Agustus

1975 No. 0196/U/1975.

MEMUTUSKAN


Menetapkan :


Pertama : Menyempurnakan ‘Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan” sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 27 Agustus 1975
No.0196/U/1975 menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran

Keputusan ini.


Kedua : Hal-hal yang belum diatur dalam Keputusan ini akan diatur lebih lanjut dalam ketentuan tersendiri.

Ketiga : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.


Ditetapkan di Jakarta


Tanggal 9 September 1987


MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


Fuad Hasan

PRAKATA

Sejak peraturan ejaan bahasa Melayu dengan huruf Latin ditetapkan pada tahun 1901 berdasarkan rancangan Ch. A. van Ophuysen dengan bantuan Engku Nawawi gelar Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim, penyempurnaannya berkali-kali diusahakan. Pada tahun 1938, selama Kongres Bahasa Indonesia yang pertama kali di Solo, misalnya disarankan agar ejaan Indonesia lebih banyak diinternasionalkan.

Pada tahun 1947 Soewandi, Menteri Pengajaran, Pendidikan dan Kebudayaan pada masa itu, menetapkan dalam surat keputusannya tanggal 19 Maret 1947, No. 264/Bhg. A bahwa perubahan ejaan bahasa Indonesia dengan maksud membuat ejaan yang berlaku menjadi lebih sederhana. Ejaan baru itu oleh masyarakat diberi julukan Ejaan Republik. Beberapa usul yang diajukan oleh panitia menteri itu belum dapat diterima karena masih harus dirinjau lebih jauh lagi. Namun, sebagai langkah utama dalam usaha penyederhanaan dan penyelarasan ejaan dengan perkembagan bahasa, keputusan Soewandi pada masa pergolakan revolusi itu mendapat sambutan baik.

Kongres Bahasa Indonesia Kedua, yang diprakarsai Menteri Moehammad Yamin, diselenggarakan di Medan pada tahun 1954. Masalah ejaan timbul lagi sebagai salah satu mata pertemuan itu. kongres itu mengambil keputusan supaya ada badan yang menyusun peratura ejaan yang praktis bagi bahasa Indonesia. Panitia yang dimaksud (Priyono-Katoppo, Ketua) yang dibentuk oleh Menteri Pengajaran, Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat keputusannya tanggal 19 Juli 1956, No. 44876/S, berhasil merumuskan patokan-patokan baru pada tahun 1957 setelah bekerja selama setahun.

Tindak lanjut perjanjian persahabatan antara Republik Indonesia dan Persekutuan Tanah Melayu pada tahun 1959, antara lain berupa usaha mempersamakan ejaan bahasa kedua Negara ini. Maka pada akhir tahun 1959 sidang perutusan Indonesia dan Melayu (Slametmuljana-Syed Nasir bin Ismail, Ketua) menghasilkan konsep ejaan bersama yang kemudian dikenal dengan nama Ejaan Melindo (Melayu-Indonesia). Perkembangan politik selama tahun-tahun berikutnya megurungkan peresmiannya.

Sesuai dengan laju pengembangan nasional, Lembaga Bahasa dan Kesusastraan yang pada tahun 1968 menjadi Lembaga Bahasa Nasional, dan akhirnya pada tahun 1975 menjadi Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, menyusun program pembakuan bahasa Indonesia secara menyeluruh. Di dalam hubungan ini, panitia Ejaan Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (A.M. Moeliono, ketua) yang disahkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Sarino Mangunpranoto, sejak tahun 1966 dalam surat keputusannya tanggal 19
September 1967, No. 062/1967, menyusun konsep yang merangkum segala usaha penyempurnaan yang terdahulu. Konsep itu ditanggapi dan dikaji leh kalangan luas di seluruh tanah air selama beberapa tahun.

Atas permintaan ketua Gabungan V Komando Operasi Tertinggi (KOTI), rancangan peraturan ejaan tersebut dipakai sebagai bahan oleh tim Ahli Bahasa KOTI yang dibentuk oleh ketua Gabungan V KOTI dengan surat Keputusannya tanggal 21 Februari 1967, No. 011/G-5/II/
1967 (S.W. Rujianti Mulyadi, Ketua) dalam pembicaraan mengenai ejaan dengan pihak Malaysia di Jakarta pada tahun 1966 dan di Kuala Lumpur pada tahun 1967.

Dalam Komite Bersama yang dikeluarkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, Mashuri, dan Menteri Pelajaran Malaysia, Hussen Onn, pada tahun 1972 rancangan tersebut disetujui untuk dijadikan bahan dalam usaha bersama di dalam pengembangan bahasa nasional kedua negara.

Setelah rancangan itu akhirnya dilengkapi di dalam Seminar Bahasa Indonesia di Puncak pada tahu 1972, dan diperkenalkan secara luas oleh sebuah panitia antardepartemen (Ida Bagus Mantra, Ketua dan Lukman Ali, Ketua Kelompok Teknis Bahasa) yang ditetapkan dengan surat keputusan Menteri pendidikan dan Kebudayaan tanggal 20 Mei 1972, No. 03/A.I/72, maka pada hari Proklamasi Kemerdekaan tahun itu juga diresmikanlah aturan ejaan yang baru itu berdasarkan keputusan Presiden No. 57, tahun 1972, dengan nama Ejaan yang Disempurnakan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menyebar buku kecil yang berjudul Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, sebagai patokan pemakaian ejaan itu.

Karena penuntun itu perlu dilengkapi, Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan yang dibentuk oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat keputusannya tanggal 12 Oktober 1972, No. 156/P/1972 (Amran

Halim, Ketua), menyusun buku Pedoman Umum ini yang berupa pemaparan kaidah ejaan yang lebih luas.

Penyusunan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan ini telah dimungkinkan oleh tersedianya biaya Pelita II yang disalurkan melalui Proyek Pengembangan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (S.W. Rujiati Mulyadi, Ketua). Pencetakan Pedoman Umum ini dilaksanakan oleh Proyek Penulisan dan Penerbitan Buku/Majalah Pengetahuan dan Profesi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Kepada segenap instansi, kalangan masyarakat, dan perorangan yang telah memungkinkan tersusunnya Pedoman Umum ini disampaikan penghargaan dan terima kasih.

Jakarta, Agustus 1975

Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia Pusat Pembinaan dan Pengembagan Bahasa DEPARTEMEN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN



Leave a Reply.